Unik Mata Air 'Tuk Sewu' ini Akan Muncul Ketika Dipanggil

Terletak di dusun Kali Bening, desa Krasak, kecamatan Mojotengah, kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, keajaiban alam itu benar-benar terjadi. Sebuah kolam berukuran 55 meter persegi yang masih alami, terdapat keunikan yang dinamakan ‘Tuk Sewu’ atau dalam bahasa Indonesia berarti mata air yang berjumlah seribu.




Kendati tidak benar-benar berjumlah seribu, namun saat “dipanggil”, dari kolam yang berukuran tak terlalu besar itu, akan bermunculan banyak gelembung mata air. Aneh memang. Biasanya air itu bisa merespon orang yang mencelupkan kakinya di dalam kolam dan mengucapkan kata “Tuk Sewu.”

Cerita tentang Tuk Sewu memang sudah melegenda di sekitar masyarakat sekitar. Tepatnya telah menjadi sebuah cerita rakyat. Anak-anak desa yang berada di sekitar kolam Tuk Sewu seringkali bermain air alami ini. Meski kerap dipanggil berkali ulang, tapi seribu mata air itu tetap saja muncul, ibarat menjawab sang pemanggil.

Tokoh masyarakat sekitar mengatakan, keanehan seribu luapan mata air di kolam desanya memang sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Namun jarang yang mengetahui, karenanya seribu mata air ajaib itu hingga kini belum masuk menjadi destinasi wisata di kabupaten Wonosobo.




“Dulu, di sekitar kolam ada pohon beringin besar yang menjulang tinggi. Banyak yang percaya keajaiban Tuk Sewu ini karena ada penunggu pohon yang menjawab sapaan orang yang datang, ” Ujar tokoh masyarakat setempat.

Namun, beberapa tahun terakhir pohon beringin besar itu telah ditebang oleh pemiliknya. Sehingga, pada akhirnya kolam Tuk Sewu itu kini seolah tak terawat. Meski letupan-letupan mata air tersebut kini masih kerap muncul.

“Kesakralan mata air ini seolah hilang saat pohonnya tumbang. Tapi mata air ini masih kerap dipakai penduduk sekitar.


Keajaiban Tuk Sewu yang kerap muncul saat dipanggil hingga kini dipercaya menjadi simbol kesejahteraan masyarakat sekitar. Tiap bulan Syuro (bulan Jawa) air itu kerap dipakai untuk upacara.
“Istilahnya ‘merti deso’ yang artinya tasyakuran desa,” tuturnya, sembari menambahkan lokasi mata air kini disakralkan.

Padahal, di desa sekitar, banyak terdapat mata air alami lainnya, terutama di area lereng gunung Sindoro dan dataran tinggi Dieng.

“Di sini ada tujuh jenis mata air yang berada di beberapa tempat. Saat tasyakuran desa memang disyaratkan mengambil air dari tujuh mata air itu untuk menyatukan perbedaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar